HEART / SOUL / MIND

Saturday, April 23, 2005

Dunia Tak Selebar Daun Kelor...betulkah?

Ingatkah anda pada sebuah iklan bank asing belum lama ini? Iklan itu bercerita tentang seorang suami yang sedang menjelaskan pada istrinya tentang hubungannya dengan seseorang yang ditemuinya di Bali. Kata sang suami, "Dia itu masih sepupu dari suami tantenya bapak ...... saya." Saya lupa teksnya bagaimana. Tapi intinya, ternyata orang yang ditemui sang suami secara tidak sengaja itu memiliki hubungan dengannya.

Pernahkah anda mengalami hal semacam itu? Kalau saya sering. Sewaktu KKN, ada seorang teman sekelompok yang ternyata mantan pacar dari tetangganya teman kos saya. Atau ketika saya mudik ke Jogja, sepupu saya bercerita kalau dia baru sebulan yang lalu mengantar temannya menjenguk temannya lagi yang sakit yang ternyata adalah teman SMU saya. Atau saya mempunyai seorang teman kos yang memiliki adik dan adiknya itu satu kos dengan seseorang yang ternyata teman baik dari mantan pacarnya teman saya yang lain. Maaf ya kalo agak bingung membacanya, sebab saya tidak menemukan diksi yang tepat. Pokoknya, saya sering dalam situasi yang tidak disengaja, bertemu dengan orang yang tidak dikenal, yang ternyata kenal dengan orang-orang yang dekat dengan saya.

Tahun 2002-2003, seorang mahasiswa Indonesia program doctor di Universitas Columbia AS, yang bernama Roby Muhamad (sekarang sudah lulus), bersama dengan Dr. Peter Dodds, mengembangkan teori "6 degrees of separation". Sebuah teori bahwa manusia ini hidup dalam dunia yang kecil setiap orang terhubungkan melalui rantai kenalan yang pendek saja, yakni rata-rata cukup dengan 6 simpul dalam jaringan global Internet. Teorema "6 degrees of separation" yang pertama kali dicetuskan oleh ilmuwan ahli sosiologi AS Stanley Milgram pada tahun 1967, ternyata mendapatkan kredibilitas validitas yang lebih meyakinkan setelah diuji dengan metode yang bekerja diatas jaringan maya Internet.

Berikut petikan wawancara dengan Roby yang saya kutip dari Jawa Pos :
"Eksperimen kami membuktikan bahwa orang di dunia terhubungkan melalui rantai kenalan yang pendek," jelasnya. "Jadi, kita hidup di dunia kecil di mana setiap orang saling terhubungkan satu sama lain," lanjutnya.

Lebih lanjut, Roby menjelaskan, dalam pop culture Amerika, dikenal apa yang dinamakan six degrees of separation. Yaitu klaim bahwa setiap orang di dunia dapat dihubungkan dengan siapa pun di dunia hanya melalui kurang lebih enam kenalan (six degrees of separation).

"Misalnya, berapa degrees Sampeyan dengan presiden Rusia? Misalkan Anda kenal dengan seorang senator Amerika yang kenal dengan Presiden Bush yang kenal dengan Presiden Putin, maka Bang Pohan hanya dipisahkan dengan dua degrees of separation," katanya.

"Atau pengalaman ketika kita baru berkenalan dengan seorang yang tidak kenal sebelumnya dan menemukan, ternyata bahwa kita memiliki seorang teman yang sama. Biasanya, kita lantas mengatakan it's a small world!" tutur Roby, panjang lebar.

Selain menggandengkan rantai kenalan, eksperimen jaringan sosial itu bisa dimanfaatkan untuk tujuan positif. Misalnya, untuk keperluan bantuan. Namun, bukan berarti ada semangat absolutisme atau mutlak-mutlakan. "Hanya karena Presiden Bush enam degrees dari saya, bukan langsung berarti saya akan diundang makan malam di Gedung Putih," kelakar Dr Duncan J. Watts, rekan peneliti sekaligus dosen Roby, dalam wawancara di The New York Times edisi 12 Agustus.

Temuan Roby dkk itu sebetulnya melanjutkan eksperimen Stanley Milgram pada 1967. Jika Stanley melakukan eksperimen lewat pengiriman paket barang, Roby dkk melalui e-mail dan internet. Sebelum eksperimennya jalan, Roby mengaku selama setahun harus membangun sendiri sistem komputernya, termasuk website dan database-nya. "Pekerjaan berat karena saya tidak punya background computer science," akunya. "Tapi, kami berhasil membuatnya," tambah Roby.

Nah, jadi nampaknya ungkapan dunia tak selebar daun kelor sudah kurang relevan lagi saat ini.

Monday, April 11, 2005

Pasti bisa

Allah tidak akan memberi cobaan yang melebihi kemampuan hambanya. Dan kalau sekarang ini begitu banyak cobaan kepada bangsa kita berupa bencana alam, kemiskinan, persengketaan, permasalahan KKN, dan lain sebagainya. Maka sudah barang tentu masalah itu bisa kita tanggung dan selesaikan. Terutama pemerintah. Kalau sekarang belum. Mungkin usahanya belum maksimal.

Harapan saya, semoga lima tahun lagi, tidak ada lagi anak yang bunuh diri karena orang tuanya tidak mampu lagi menyekolahkan. Tidak ada lagi orang yang makan nasi aking, bulgur, pakan ternak, atau kayu pohon. Tidak ada lagi pasien UGD yang dikeluarkan dari rumah sakit karena tidak mampu membayar dan tidak memiliki kartu miskin. Tidak ada lagi polisi yang memalak di jalanan. Tidak ada lagi...berita orang mati kelaparan di negeri kita. Supaya Allah tidak perlu terlalu sering memperingatkan kita semua.

Innalillahi

Innalillaahi wa inna ilaihi raajiuun

Bencana itu datang kembali. Bertubi-tubi. Apakah ini peringatan untuk saya? Pemerintah kita? Wakil rakyat kita? Kita semua? Mungkin..mungkin.