HEART / SOUL / MIND

Monday, March 28, 2005

IBU

Iwan Fals

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah
Seperti udara... kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas


...ibu...
...ibu...


Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas


...ibu...
...ibu...

YANG TERBAIK BAGIMU (JANGAN LUPAKAN AYAH)

ADA BAND

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu

Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak

Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuh maumu

Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati

Tuesday, March 22, 2005

Parodi

Sebuah buku yang sudah empat tahun saya miliki dan tertata rapi dalam sebuah lemari, tiba-tiba seperti memanggil saya untuk membacanya kembali. Memang buku itu pernah saya baca sebelumnya. Tapi mungkin karena kemalasan dan keterbatasan pemahaman, maka hanya sepertiga bagiannya yang mampu melewati kedua bola mata saya. Dan entah mengapa, ketika mencoba membacanya kembali. Tiba-tiba saja muncul gairah yang tidak saya alami ketika saya membaca buku itu sebelumnya.

Dalam satu bagian saya menemukan sebuah tulisan tentang parodi. Namun parodi di sini bukanlah karya seni yang memplesetkan hal-hal yang sedang populer, melainkan parodi dalam lingkup yang lebih luas. Parodi kehidupan. Seperti halnya parodi dalam dunia seni, maka parodi yang ada disekeliling kita juga sesuatu yang bersifat lucu, namun sekaligus mengkritik, menohok, bahkan mengejek. Sang penulis mencontohkan bagaimana sebuah negara yang secara sumber daya alam tidak memiliki sesuatu yang lebih baik dari negara kita namun keadaan yang terdapat di sana merupakan parodi dari setiap segi kehidupan yang ada di negara kita. Banyak hal yang penulis ungkapkan.

Dan saya pun berhenti sejenak. Memejamkan mata. Menginternalisasi. Lalu melihat kembali realitas-realitas dalam kehidupan yang ternyata merupakan sebuah parodi. Parodi dari apa? Dari apa yang disebut-sebut kebenaran, keadilan, dan konsep-konsep ideal yang selalu diajarkan dalam ruang-ruang pembelajaran. Tergambar dalam benak saya bagaimana setiap detik kita dikelilingi dengan informasi, bahkan pengalaman empiris yang membuat kita harus kembali melihat buku idealisme.

Sofistikasi semantik. Eufimisme. Penghalusan kata. Alasan. Demi tujuan-tujuan tertentu. Diiringi harapan akan adanya pengertian dan pemakluman. Berputar mengelilingi kita. Dalam media bahkan langsung di depan mata. Kenaikan BBM, Ambalat, DPR, Reza Artamevia, hamilnya Sophia Latjuba, metroseksual, dan segudang citraan-citraan semu. Ternyata adalah parodi dari apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh saya, anda, dan masyarakat yang telah banyak menderita. Parodi dari kemiskinan, parodi dari mahasiswa yang turun ke jalan, parodi nilai-nilai agama, moral, dan norma, parodi dari parodi. Jangan salahkan anak-anak kita yang sejak kecil diajarkan tentang norma, agama, serta hal-hal luhur lainnya, namun kemudian tumbuh menjadi manusia korup, hipokrit, dan materialis. Karena ternyata parodi-parodi disekelilingnya telah mendekonstruksi konsep-konsep kebaikan dalam kepalanya.

Apakah kita harus membiarkan semua ini terjadi? Apakah kita akan menjadi fatalis?
Kitalah sendiri penentunya. Keyakinan akan sesuatu yang luhur harus senantiasa kita pupuk dan jaga. Membaca kembali. Mencari lagi apa makna hidup sesungguhnya. Membiasakan memberi. Menjadi contoh. Agar hidup tidak lagi sekedar parodi.

Dug...saya membuka mata. Parodi? Apakah saya juga pemerannya? Ya...Allah ampunilah hamba...bimbinglah hamba!

Tuesday, March 08, 2005

DOA

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943
Chairil Anwar